Jumat, 02 Mei 2008

kesadaran budaya dan religius dalam pengembangan ilpeng

KESADARAN BUDAYA DAN RELIGIUS

DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

SARI

Kebudayaan laksana gelombang yang mempunyai saat-saat naik, saat turun dan saat lenyap, demikian perputaran secara continue. Seperti halnya manusia, kebudayaan juga mempunyai saat lahir, tumbuh berkembang, tua akhirnya bisa mati. Di dalam hidupnya, kebudayaan itu mengalami perubahan, maka tampaklah ada gerak, ada dinamika, sehingga kebudayaan itu dinamis, maju, progresif, atau usaha-usaha manusia di dalam perjuangan hidupnya selalu meningkat dan selalu bertambah maju. Manusia mampu mengambil jarak dengan dunia karena memiliki kesadaran, ruang dan waktu serta mempunyai kehendak dan dapat merubah dan memanipulasi.

Begitu pula dengan agama, akan tetapi sangat berbeda dengan agama yang ada di dunia barat. Dunia barat mengklaim kemajuan ilmu pengetahuan yang telah diraihnya selama berabad-abad merupakan akibat langsung dari terpisahnya agama dari kehidupan praktis manusia, dengan konsep terpisahnya agama dalam kehidupan maupun Negara. Seperti halnya sepanjang sejarah Negara Eropa, kekuatan agama telah banyak menindas dan memperlakukan rakyatnya semena-mena sehingga tidak sedikit dari kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang diraih. Oleh karena itu agama dianggap tidak praktis dan tidak fleksibel dan penuh dengan pertentangan serta dipandang sebagai penghambat perkembangan dan kemajuan manusia sehingga kesadaran akan budaya dan religius belum bisa dirasakan dan dipertemukan.

Kata Kunci : Kesadaran Budaya, Religius dan Ilmu Pengetahuan.

PENDAHULUAN

Kesadara Budaya

Kesadaran adalah keinsyafan akan perbuatannya. Sadar artinya merasa, tahu, atau ingat (keadaaan yang sebenarnya) keadaan akan ingat dirinya, ingat kembali ( dari pingsannya ), siuman, bangun (dari tidur ) ingat tahu dan mengerti. Misalnya rakyat sadar akan politik, sadar akan tugas dan kewajibannya, sadar akan amanah yang diembannya dan masih banyak lagi.

Jadi kesadaran disini adalah hati yang terbuka, hati yang terketuk, atau pikiran yang telah terbuka tentang apa yang telah ia kerjakan. Seperti halnya seorang guru (fulan) yang mengambil barang-barang milik sekolah untuk dijual karena dorongan kebutuhan rumah tangganya, atau barang-barang inventaris kantor yang jelas bukan miliknya ia pergunakan tidak sebagaimana mestinya. Sebenarnya ia berbuat seperti itu dengan kesadaran bahwa hal tersebut salah, tetapi tetap dilakukannya.

Kesadaran moral dalam hal ini sangat penting untuk diperhatikan, orang-orang karena melanggar kesadaran moral tersebut dapat berakibat merusak reputasi seseorang. Oleh karena itu kesadaran akan moral perlu dijaga setiap orang atau individu masing-masing. Kesadaran moral merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, dalam suatu hubungan dengan sesama manusia terdapat istilah yang dinamakan dengan interaksi social, yaitu dilakukan individu satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam melakukan perbuatan kadang manusia tidak hanya melanggar satu norma, bisa jadi dua atau tiga norma sekaligus. Semua kesadaran itu penting, karena ketidaksadaran adalah salah satu hal yang dapat menggoncangkan diantara kita baik budaya maupun agama sekalipun atau paling tidak dapat membuat kepincangan dalah hidup kita.

Seorang koruptor, pencuri, penjarah, atau perbuatan curang lainnya sebelum ia berbuat curang kesadaran moralnya telah mengingatkan bahwa perbuatan itu tidak baik dilakukan, kecuali jika orang tersebut memang sudah tidak mau tahu lagi tentang kebaikan, dan sudah tidak mau membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga ditutup mata hatinya oleh Allah. Perilaku yang demikian sebetulnya telah diingatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 22 yang artinya :

Sesungguhnya yang sejahat-jahat atau sejelek-jelak makhluk disisi Allah SWT ialah orang-orang yang tuli bisu dan tidak tahu apa-apa.

Maksudnya, orang yang tidak dapat mendengarkan hal-hal yang baik dan tidak tahu terhadap hal-hal yang baik.

Sedangkan menurut Ir. Poedjawijatna tindakan yang erat berkaitan dengan kesadaran adalah hati nurani atau diistilahkan sebagai kata hati. Adapun tentang kesadaran yang kerap kaitannya dengan moral yakni erat kaitannya juga dengan kewajiban, dimana kewajiban berasal dari kata waji yang berarti harus dilakukan. Sedang menurut dia ada lima tingkat atau tahap yang wajib dilakukan seseorang dalam aktivitas kehidupannya yakni, Kewajiban terhadap diri sendiri, Keluarga, Masyarakat, Tuhan dan terhadap Sesama manusia. Dalam hal ini ini manusia yang berbudaya, beragama dan berpengetahuan.

Sementara kalau kita korelasikan kesemuanya akan menemukan titik temu yang satu sama lain saling melengkapi dan tidak bisa terpisah-pisahkan. Kesadaran berbudaya dan kasadaran beragama pada hakekatnya adalah menginginkan kerukunan keharmonisan kebenaran dan justru agama pada hakekatnya adalah kebenaran. Manusia tidak sayang kehilangan harta benda, tenaga, waktu, dan bahkan jiwa raganya untuk berkorban demi agama dan demi Tuhan yang menciptakannya. Karena dengan pengorbanan yang didasarkan atas kesadaran hati nurani akan mendapatkan imbalan amalan tersendiri dari Allah, seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Zalzaalah ayat 7-8 disebutkan demikian :

barang siapa yang mengerjakan kebaikan, walaupun seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan walaupun seberat zarrah sekalipun niscaya akan melihat balasannya pula.”

Melihat ayat tersebut maka kita dituntut dan dimintai tentang pertanggungjawabannya dihadapanNya. Agar dapat mewujudkan kesadaran tersebut terlebih kesadaran moral maka sayogyanya diikuti dengan tingkah laku yang baik pula.

Hubungan Budaya Dengan Ilmu Pengetahuan

Kebudayaan ada yang mengartikan buah budi manusia dari hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yakni alam dan zaman. Dalam perjuangan dimana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

Sementara upaya manusia dalam mempertahankan dan pengembangan budaya adalah kemampuannya untuk mengembangkan ilmu pengetahuanya. Ilmu pengetahuan merupakan system perencanaan untuk menentukan, menyim,pulkan dari gagasan-gagasan hasil pengamatan alat indera, kemudian mucul pengetahuan. Munculnya pengetahuaan bermula dari rasa keingin tahuan manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu dan selalu mengalami perkembangan. Akumulasi dari segala yang mereka dapatkan dari usahanya melalui panca indera itu merupakan wujud dari pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai sustu hal tertentu yang merupakan dari kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebabnya.

Manusia sebenarnya diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang sadar dan dengan kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berfikir, berkehendak, dan lain sebagainya. Dengan pikirannya manusia mampu mengarahkan perilakunya dan dengan perasaannya manusia juga dapat mencapai kesenangan dan kebahagiaan yang mereka harapkan.

Salah satu contoh adalah komunikasi, komunikasi merupakan suatu proses budaya juga dalam artian komunikasi yang ditujukan pada orang lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan. Misalkan saja komunikasi untuk menjalin bekerja sama dan secara tidak langsung kita sedang berkomunikasi dengan orang lain berdasarkan budaya kita. Dalam proses tersebut terkandung unsure-unsur kebudayaan, salah satunya adalah alat komunikasi. Dengan demikian komunikasi juga sebagai proses budaya juga.

Jika ditinjau lebih jauh lagi hubungan antara komunikasi dengan isi kebudayaan akan semakin jelas. Bila dilihat dari system pengetahuaan atau ilmu pengetahuan merupakan subtansi yang tak lepas dari komunikasi. Bagaimanapun mungkin suatu komunikasi akan berlangsung menarik dan dialogis manakala tanpa didasari dan didukung oleh ilmu pengetahuan. Jadi jelaslah disini bahwa keterkaitan antara budaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan ternyata tidak bisa dipisahkan dan keduanya saling melengkapi.

Sementara itu ilmu pengetahuan dalam kontek evolusi budaya dapat dikatakan sebagai produk yang memiliki karakteristik perilaku, sehingga ilmu pengetahuan sebagai produk budaya dalam masyarakat telah mencapai tingkat peradaban religiusitas yang sangat tinggi tentunya akan menjadi pendorong semakin tingginya tingkat peradaban dan kesadaran bagi masyarakat pada umumnya serta mampu mewarnai profil evolusi perubahan itu sendiri.

Wujud Kebudayaan

Budaya berasala dari kata sansakerta “buddhayah” bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti akal, kebudayaan secara luas mengandung arti hal-hal yang berhubungan dengan akal, gagasan, dan hasil gagasan atau kesemuaanya itu bisa dirangkum menjadi hasil piker, perkembangan arti yang lebih luas bahwa kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa karsa yang kesemuanya terdapat pada diri manusia itu sendiri.

Sementara wujud dari kebudayaan tersebut ialah sebagai suatu rangkaian atau tindakan serta aktivitas manusia yang berpola. Menurut koentjoroningrat bahwa berbudaya itu meliputu tiga wujud yaitu : a). wujud kebudayaan merupakan suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasa-gagasan nilai, norma, peraturan dan sebagainya. b). wujud kebudayaan merupakan benda-benda hasil dari karya manusia. c). wujud kebudayaan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, mulai dari aktifiotas sampai tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.Dengan demikian menurut definisi tersebut dapat kita simpulkan menjadi dua wujud budaya yakni : Budaya yang bersifat abstrak dan Budaya yang bersifat konkrit

Budaya yang bersifat abstrak terletak dalam pikiran manusia yang terwujud sebagai ide, gagasan nilai, norma, peraturan, cita-cita. Dedangkan wujud dari budaya yang konkrit dapat dilihat, diamati, disimpan atau difoto yang terdiri dari perbuatan manusia dan materi atau benda-benda ciptaan manusia.

Di dalam kehidupan manusia wujud dari gejala-gejala budaya bisa saja terjadi, manusia memerlukan suatu bentuk keyakinan dalam hidupnya karena dengan keyakinannya akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup berbudaya atau budayanya. Dengan keyakinan yang sempurna hidup manusia akan lebih sempurna dan hidup manusia tidak akan pernah ragu. Orang yang percaya kepada Tuhan yang maha esa selalu merasa terlidungi oleh Tuhannya dalam keadaan dan suasana apapun mereka tidak akan pernah merasa takut. Mengingat kebutuhan manusia untuk rasa aman itulah menjadi pokok pangkal utama bagi manusia untuk mempercayai Tuhan dan senantiasa perlunya hidup beragama dengan penuh kesadaran.

Kepercayaan kepada manusia kepada yang kuasa itu berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran dan peradaban manusia itu sendiri, untuk itu menampung dan memberikan jawaban atas kegekisahan, ketakutan, dan kecemasan. Kalau zaman dahulu orang mempercayai benda-benda, binatang-binatang, batu-batuan, pohon sebagai sesuatu yang dapat menolong dirinya dari rasa aman tentram maka dengan adanya pengetahuan yang masuk sedikit demi sedikit akhirnya kepercayaan itu luntur, maka turunlah ajaran-ajaran Tuhan yang diberikan kepada nabi-nabinya yang akan menolong manusia dari kehidupannya hingga saat ini. Sedang persiapan untuk yang dibawa untuk menjamin rasa aman itu tidak perlu kambing ayam dan lain sebagaian yang menjadi korban tumbal demi keamanan dan keselamatan hidupnya. Akan tetapi bekal tersebut itu adalah Iman , Amal perbuatan dan Ubudiyahnya kepada Allah SWT.

Setiap orang yang percaya akan kebesaran Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini, niscaya mereka akan selalu munajat dan memohon akan rahmatNya. Setiap daerah, setiap agama dan setiap orang mempunyai cara-cara tersendiri untuk mendekatkan diri kepada kepada Tuhan yang maha esa. Misalnya di daerah Bali, yang sebagian besar penduduknya memeluk agama Hindu Dharma. Mereka memuja Tuhan (Ida Sang Hyang Widi Waca) dengan memakai dupa atau sesajen yang berisi macam-macam buah-buahan, kembang warna-warni dan masih banyak lagi. Sementara di Madura , Jawa, Sumatra berbeda pula cara melakukan pendekatan dengan TuhanNya. Begitu pula orang Islam sendiri dalam mendekatkan diri (ubudiyah) juga tidak sama dengan orang hindu, Budha dan lain sebagainya. Meskipun caranya berbeda-beda akan tetapi maksud dan tujuannya sama, yakni Tuhan yang maha esa. Hal ini dikarenakan adanya ragam suku budaya yang ada. Dalam menyikapi masalah-masalah tersebut hendaknya kita dapat menyikapi dengan kepala dingin agar tidak mudah terpengaruh atau perpropokasi dan sebisa mungkin mengadakan penyelesaian masalah secara bersama-sama dengan pihak-pihak yeng berkepentingan, sehingga tidak ada kecemburuan, diskriminasi dan tidak menimbulkan konflik yang baru. Dengan demikian keberadaan kesadaran berbudaya dan religius suatu agama terkhusus lagi bisa menyeimbangkan dalam ilmu pengetahuan baik pengetahuan IPTEK maupun IPTAQ-nya sehingga kesadaran tersebut tetap telihat peranan positifnya dalam membangun masyarakat, sebab kesemua itu dihadirkan kepada umat manusia sebagai petunjuk, dan kalau perbedaan dalam budaya dan perbedaan lainnya jadikan rahmat bagi penganutnya.

Kesadaran Religius

Agama didiskrpsikan sebagai suatu system simbul-simbul yang ada dan bersatu dalam membentuk pola-pola budaya sehingga dapat diartikan bahwa agama adalah sumber budaya. Pada tahapan awalnya tampak bahwa agama mendominasi kehidupan budaya masyarakat, kemudian dengan adanya perkembangan akal budi daya manusia, maka mulai tampak gejala-gejala terjadi proses pergeseran dominasi agama tersebut yang pada giliran selanjutnya tersingkirkan dalam kehidupan budaya suatu masyarakat. Namun demikiaan dengan tersingkirnya dominasi agama itu maka pertumbuhan dan perkembangan system budaya dan peradaban manusia tampak menjadi kehilangan arah dan tujuannya yang pasti, sehingga mereka memerlukan lagi terhadap agama bukan sebagai yang mendominasi, tetapi sebagai petunjuk dan pengarah kehidupan bagi mereka. Maka dari itu kita wajib bersyukur kepada Tuhan yang maha esa dengan apa yang telah diberikan karena itu merupakan anugerah yang tiada terkira untuk dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar benar-benar membina dan menjalin kesadaran keberagamaan diantara kita.

Dalam suatu kehidupan manusia terdapatlah istilah yang dinamakan dengan interaksi social, dimana hubungan manusia dengan lainnya saling mempengarhi baik dari budaya,perbuatan, berinteraksi, bahkan sampai pada tingkat ubuydiyahnya. Dalam melakukan perbuatannya terkadang manusia tidak hanya melanggar satu norma, bisa jadi dua atau tiga sekaligus. kesadaran moral merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan setiap orang. Kesemua kesadaran itu sangat penting karena ketidaksadaran adalah salah satu hal yang dapat menggoncangkan dalam kehidupan kita, atau paling tidak dapat membuat kepincangan dalam hidup. Misalkan seorang koruptor, pencuri, penjarah atau perbuatan curang lainnya sebelum ia berbuat seperti itu kesadaran moralnya sebenarnya telah mengingatkan bahwa perbuatan itu tidak baik. Kecuali jika tersebut memang sudah tidak mau tahu lagi tentang yang namanya kebaikan, tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, sehingga pintu hatinya ditutup oleh Allah SWT.

Prilaku yang demikian itu sebenarnya telah diingatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 22 yang artinya :

sesungguhnya yang sejahat-jahat atau sejelek-jelek mahkluk disisi Allah ialah 0rang-orang yang tuli bisu dan tidak tahu apa-apa, maksudnya tidak dapat mendengarkan hal-hal yang baik dan tidak tahu terhadap hal-hal yang baik.

Agama dan pengaruhnya dalam kehidupan

Menurut para ahli Sosiolog Agama, agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui didefinisikan melainkan melalui deskripsi. Tak ada satupun definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan. Menurut gambaran mereka (Elisabeth K ) agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan yang takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju pada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia.

Agama sewbagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat supranatural ternyata seakan mnyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang sangat luas. Agam juga memiliki tata nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehai-hari. Dengan demikian secara ilmu psikologi agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsic (dalam diri) dan motifekstrinsik (luar diri). Dan motif yang didorng keyakinan agama tersebut dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non agama, agama memang unik sehingga sulit untuk didefinisikan secara tepat dan memuaskan.

Agama sebagai bagian kehidupan

Agama dalam kehidupan berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-noma tertentu. Secara umum Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai system nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan maupun individu serta dipertahankan sebagai bentuk yang mempunyai cirri khas tertentu. Dalam diri manusia memiliki bentuk system nilai tertentu. System nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. System ini dibentuk melalui belajar dan proses bersosialisasi. Perangkat system ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, intitusi pendidikan dan masyarakat secara luas.

Selanjutnya dalam diri manusia berdasarkan perangkat informasi yang diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat system nilai yang menyatu membentuk identitas seseorang. Ciri khas tersebut terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana sikap, penampilan maupun untuk tujuan dan apa yang turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu. Menurut pandangan Mc. Guire ahli Sosiologi dalam membentuk system nilai dalam diri individu adalah agama. Segala bentuk simbul-simbul keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara ritual lainnya sangat berperan dalam proses pembentukan system nilai dalam diri seseorang. Setelah terbentuk maka seseorang secara serta merta mampu menggunakan system nilai-nilai dalam memahami, mengevaluaasi serta menafsirkan situasi dan pengalaman. Dengan kata lain yang dimilikinya terwujut dalam bentuk norma-norma tentang bagaimana sikap diri.

Pada garis besarnya menurut Mc.Guire system nilai yang berdasarkan agama dapat memberi dan masyarakat perangkat system nilai dalam bentuk keabsahandan kbenaran dalam mengatur sikap hidup dan masyarakat. Sementara nilai adalah daya pendorong dalam kehidupan yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. Karena itu nilai menjadi penting dala kehidupan seseorang sehingga tidak jarang pada tingkat tertentu orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi mempertahankn nilai-nilai agama. Disini terlihat bahwakerelaan berkorban aka meningkat,. Jika system nilai yang berpengruh terhadap seseorang sudah dianggap sebagai suatu prinsip.

Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam memberikan pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk system nilai, motivasi, maupun pedoman hidup maka pengaruh yang terpenting adalah sebagai pembentukan kata hati. Kata hati menurut Erich From adalah panggilan kembali manusia pada dirinya. Kata hati menurut Erich adalah kata hati otaritarian dan kata hatihumanistik. Kata hati otoritarian dibentuk oleh pengaruh dari luar dan kata hati humanistic adalah dari dalam dirinya sendiri. Kata hati humanistic adalah pernyataan kepentingan diri dan integrasi manusia, sementara kata hati otoritarian brkaitan dengan kepatuhan, pengorbanan diri dan tugas manusia atau penyesuaian sosialnya. Kemudian pada diri manusiatelah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah hidayah al-ghoriziyyat (naluriah), hidayah al-Hissiyyat (indrawi), hidayah nalar, hidayah agama. Melalui pendekatan itu maka agama sudah menjadi potensifitrah yang dibawasejak lahir. Sementara pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberikan bimbingan kepadapotensi yang dimilikinya.

Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama pada umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih saying dari sesuatu yang gaib atau Supranatural. Motivasi pendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji, menjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapa mendorong seseorang untuk bersikap ihklas, menerima cobaan yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama atau religius.

Kebutuhan Akan Agama

Selain berbagai macam kebutuhan diantara kita, sebetulnya masih ada lagi kebutuhan yang sangat perlu diperhatikan yaitu kebutuhan terhadap agama atau religius. Ahmad Yamami mengatakan bahwa tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berfikir dan daya penelitian, diberinya rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya sebagai imbangan rasa takut kepada kegarangan dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang mendorong insane tadi untuk mencari suatu kekuatan atau jatidiri yang dapat melindungi dan membimbingnya disaat-saat yang genting.

Walaupun para ahli ilmu jiwa belum sependapat tentang kemutlakan naluri beragama atau naluri keagamaan pada diri manusia, namun hasil penelitiaan mereka sebagian besar membenarkan eksistensinya naluri itu. Manusia dimanapun dan bagaimanapun mereka hidup, baik secara kelompokatau sendiri terdorong untuk berbuat dengan memperagakan diri dalam bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Bangsa primitive samapai bangsa yang telah maju dengan cara penyembahan yang telah diatur atau yang mereka atur sendiri. Dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang berada dalam diri manusia sebagai dorongan-dorongan lainnya.

Sejalan dengan hal itu maka dorongan beragamapun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia mendapat kepuasan dan ketenangan. Selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniah yang tumbuhnya dari gabungan berbagai factor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan. Dalam ajaran Islam bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah kecendrungan terhadap agama.

Prof. Dr. Hasan Langgulung pernah mengatakan : “Salah satu ciri fitrah ini ialah, bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhannya, dengan kata lain manusia itu adalah dari asal mempunyai kecendrungan beragama, sebab agama itu sebagian dari fitrahNya.” Dalam munjid juga ditemukan bahwa fitrah mempunyai arti : “ sifatyang mensifati segala yang ada pada saat selesai diciptakan.” Untuk mengkhususkan arti fitrah tersebut hendaknya diperhatikan maksud firman Allah SWT yang artinya :

“ maka hadpkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya (QS. Al-Rum : 30 ).

Pendapat tersebut juga dikembangkan oleh para ulama’ ahli-Sunnah Wal Jamaah atau juga bebarap filofus muslim diantaranya al-Gazhali, karena adanya fitrah ini, maka manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon perlindungan. Hal ini terjadi pada seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat modern, pramodern, maupun masyarakat primitive sekalipun. Mereka akan merasakan ketenangan dan ketentraman dikala mereka mendekatkan diri dana mengabdikan kepada yang maha esa.

Allah berfirman yang artinya :

“ Ketahuilah bahwa hanya dengan ingat kepada Allah, hati akan menjadi tenang.” (QS. Al-Rad : 28).

Untuk mencapai ketenangan hati, manusia selalu berusaha mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT, hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkan diri kepadaNya berbeda-beda sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut.

Pengembangan Ilmu Pengetahuan.

Ilmu pengetahuan modern seolah-olah berasumsi bahwa agama berseberangan dengan ilmu pengetahuan. Makna berseberangan tidak selalu berarti bertentangan. Islam sebagai sebuah agama yang diwahyukan diawal abad ke-7 Masehi, sedang ilmu pengetahuan sebagai tafsir atas kenyataan alamiah dan baru muncul dipenghujung abad ke-16 Masehi. Tantangan zaman yang melatar belakangi kemunculan dipenghujung keduanya sangat jauh berbeda, meskipun secara histories yang disebut kedua merupakan kelanjutan dari yang disebut pertama. Dengan demikian jika ada pertentangan antara keduanya, maka pertentangan tersebut disebabkan oleh perbedaan zaman keduanya.

Islam yang menyejarah dalam ruang – waktu semenjak 610 Masehi sampai sekarang ini mengalami pasang-surut seperti umumnya makhluk hidup. Para sejarawan muslim mencatat pasang-surut tersebut terbagi kedalam tiga periode : pertama, yang mereka sebut dengan periode klasik (650-1250). Ciri umum zaman ini, secara politis atau geografis wilayah kekuasaan islam meluas kesepanyol di Barat daratan China Timur dan secara intelektual wacana keilmuaan yang bersumber dari penafsiran terhadap al-qur’an dan hadist maupun dalam segi pembacaannya. Kedua, periode pertengahan (1250-1800). Ciri umum zaman ini, secara politis terjadi disentegrasi dalam wilayah kekuasaan Islam dan secara intelektual mengalami kemunduran, pena diganti senjata, otak diganti dengan otot, buku menjadi brang mewah dan pedang menjadi barang murah. Ketiga, periode modern (1800-sekarang). Ciri umum ini secara politis wilayah kekuasaan Islam dirampas dan djajah oleh orang Asing dan secara intelektual terpesona oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang digunakan oleh orang-orang Asing yang menjadi tuan rumah sendiri (baca pembaharuan dalam Islam Harun Nasution, 1991).

Agama dalam hal ini umat Islam yang terpesona oleh ilmu pengetahuan modern tersebut menurut Nasim Butt 1996, memberikan reaksi yang beragam. Tetapi secara garis besar ada tiga kelompok pemikiran muslim mengenahi ilmu pengetahuan modern.

Pertama, sekelompok muslim yang menolak ilmu pengetahuan yang tidak bersumber dari al-qur’an dan al-hadist. Bagi mereka yang layak dan syah sebagai ilmu pengetahuan.jika ada ilmu pengetahuaan yang bersumber selain dari al-qur’an dan al-hadist itu adalah ilmu pengetahuan modern, maka status ilmu tersebut adalah fardlu kifayah; sedangkan ilmu pengetahuan yang harus dipelajari oleh setiap orang muslim adalah fardlu ‘ain.

Kedua, kelompok muslim yang berpandangan bahwailmu pengetahuan modern yang di-Islamkan. Suka atau tidak suka ilmu pengetahuan modern lahir dari rahim filsafat Yunani (6 sebelum Masehi) yang kemudian dibesarkan oleh Renaissance(16 M), Reformasi (17 M), dan Pencerahan (18 M) di Eropa, baca Ungkapan-ungkapan Sejarah Filsafat barat & timur oleh Sartono Kartodirjo 1990. yang dengan jelas dan lugas menyatakan diri tidak bersumber dari ajaran keesaan Tuhan (tauhid). Islamisasi ini perlu karena landasan filosofis ilmu pengetahuan modern tidak berporos pada ajaran tauhid. Padahal ajaran tauhid tersebut merupakan tolok-ukur keabsahan perbuatan seorang muslim sekaligus juga menjadi titik pijak bagi setiap perbuatannya, termasuk dalam aktivitas keilmuan. Oleh karena itu Islamisasi merupakan solusi yang tidak bisa dihindarkan.

Ketiga, sekelompok muslim yang berasumsi bahwa ilmu pengetahuaan modern itu universal, bebas nilai, dan lintas budaya sehingga ia dapat dicangkokkan pada system keagamaan manapun, termasuk ajaran iwslam itu sendiri. Tugas tersebut bukan Islamisasi dari ilmu pengetahuan modern, melainkan upaya keras untuk merubah semangat ilmiah dari ilmu pengetahuaan modern. Al-Qur’an dan Hadist tidak tidak lagi harus dibaca secara ritual malainkan dapat dimengerti secara kontektual. Alhasil ajaran Islam hanya akan diterima oleh manusia modern, jika hanya ajaran tersbut cocok dengan kosakata ilmu pengetahuan modern.

Dari keterangan tersebut dapat ditarik kesimpulan untuk diambil bebarapa butir pokok maslah untuk didiskusikan kembali pertama, bagaimana islam memandang aktivitas keilmuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, kedua apa itu pengetahuan atau ilmu pengetahuan, ketiga dari mana pengetahuan itu berasal, keempat bagaimana jenis-jenis ilmu pengetahuaan yang mungkin diperoleh manusia dan dikembangkannya, kelima bagaimana cara atau metode menyusun suatu ilmu pengtahuan, dan yang keenam kesimpulan yang menegaskan tentang ilmu pengetahuaan sebagai produk sekaligus proses berfikir manusia dalam perspektif norma dan tata nilai yang Islami.

Hubungan antara Agama dan Ilmu Pengetahuan

Perlu ditegaskan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dewasa ini berjalan sangat begitu pesat dan telah mencapai tingkatan yang sangat maju, dimana nilai-nilai religius telah tersentuh oleh perkembangan tersebut. Namun demikian ternyata masih ada kesenjangan antara para ulama’ dan para pakar ilmu di dalam mengimplementasikan temuan-temuan ilm,iah baru untuk membantu pemahaman pernyataan-pernyataan Qur’aniyah. Menurut hemat kami Islam merupakan agama yang juga membutuhkan acuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini misalnya untuk penentuan bulan puasa dibutuhkan ilmu falak, untuk menentukan arah kiblat sholat dan lain sebagainya.

Dengan demikian kita tidak perlu menghindar, netral maupun tidak mau tahu terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi saat ini. Tetapi ilmu-ilmu itu harus perlu kita pelajari juga. Hal ini bukan mencocok-cocokan atau apologetic, tetapi kita lihat dalam kaidah qur’an dan sebetulnya di dalam qur’an sendiri juga banyak sekali ayat yang cocok dengan hal tersebut.

Kita tidak bisa membanyangkan apa jadinya bila perkembangan IPTEK tersebut tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etik agama. Dalam bidang rekayasa genetic misalnya seseorang memindahkan suatu gen dari binatang ke manusia begitu sebaliknya? Bila hal ini tidak dikendalikan, akan bisa menghancurkan kemanusiaan itu sendiri. Sebenarnya perpindahan gen yang satu keg en yang lain dapat digunakan untuk maksud-maksud yang baik, misalnya tumbuhan tahan akan hama tertentu karena dia mempunyai gen tertentu. Namun bukan tidak mungkin akan terjadi juga perpindahan gen untuk maksud-maksud yang tidak baik, jika ini tidak dikendalikan oleh agama, agama atau manusialah yang akan punah ditelan masa.

Upaya Agama dalam Mencapai Ilmu Pengetahuan

Satu-satunya cara agar orang muslim mampu memegang sebagai pemimpin dunia dalam bidang sains, teknologi maupun bidang lainnya ialah agar dengan cara memagang Islam secara komprehensif dan menetapkan sebuah ideology yang dianut dan diterapkan dalam kehidupan terutama dalam kehidupan bernegara sekalipun. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Ismail Razi Al-Faruki, upaya untuk mengatasi masalah relegius, sekaligus menjadi tujuan dari rencana kerja agama dalam ilmu pengetahuaan adalah :

a) Memadukan system pendidikan agama, atau dikotomi pendidikan umum dan agama harus dihilangkan.

b) Meningkatkan visi agama Islam secara bertahap dengan pengukuhan identitas agama melalui keharusan mempelajari bidang studi sejarah peradaban.

c) Menyelesaikan metodologi yang dapat ditempuh dengan berbagai langkah-langkah penegasan prinsip pengetahuan agama Islam pada khususnya.

d) Menyusun langkah-langkah kerja yang strategis, menguasai disiplin ilmu agama dan ilmu moern, menguasai khasanah agama, membangun relevansi yang khas dengan agama untuk siap dibidang kajian atau wilayah penelitian pengetahuan moder.

e) Melurcurkan pemikiran agama pada sasaran luncurnya yang akan mengarah pada hokum alam (sunnatullah), dan masih banyak lagi.

Penutup

Demikian sedikit bantuan dan kontribusi kesadaran budaya dan religius dalam upaya pengembangan dibidang ilmu pengetahuan lewat media tulis ini semoga bermanfaat bagi kita semua, mohon maaf bila ada kekurangan dan kekhilafan dalam tulisan ini dengan senang hati kami menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif mudah-mudahan dapat menambah khasanah bagi kita khususnya bagi civitas akademika Amien.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, Pustaka Setia, Cet I, Bandung, 2002.

Abdul Munir Mulkan dkk, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren, Pustaka Pelajar, Cet I, Yogyakarta, 1998.

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1991.

Hartono dkk, Ilmu Budaya Dasar Untuk Pegangan Mahasiswa, Bina Ilmu, Surabaya, 1989.

Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Mulyadi Yad, Antopologi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaa, 1999.

Nurcholoi Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Paramadina, Jakarta, 1995.

Nasim Butt, Sains Dan Masyarakat Islam, terj Masdar Hilmy, Pustaka Hidayah, 1996.

Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004

Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

Sartono Kartodirjo, Ungkapan-Ungkapan Sejarah Filsafat Barat & Timur, Gramedia, Jakarta, 1986.

Zubair A Charies, Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarata, 1997.

Tidak ada komentar: